|Journalistpolice.com – Menteri Keuangan Republik Indonesia Purbaya Yudhi Sadewa, melawan bukan orang, tapi sistem yang Ia lawan, nah disini kuncinya.
Musuh Purbaya bukan satu dua orang, bukan pejabat, bukan partai, yang Ia lawan adalah sistem yang sudah mendarah daging, namanya riba. Sistem ini bukan hanya bunga bank, ini soal cara berpikir, cara mengambil untung dari derita orang lain.
Sejak krisis moniter 1998, sistem ini semakin kuat, karena disuntik langsung oleh IMF. IMF bilang naikan bunga jadikan BA independen, lalu ekonomi kita justeru tumbang.
Visi gila tapi masuk akal, bunga 0% Purbaya datang dengan ide yang bagi sebagia orang terdengar turunkan bunga hingga 0%.
Ia ingin rakyat bisa meminjam tanpa bunga. Ia ingin ekonomi tumbuh dari bawah, bukan dari permainan angka di layar monitor Bank Central. Makanya Ia gelontorkan 200 triliun rupiah ke Bank-bank Himbara.
Tujuannya supaya Bank punya likuiditas, bisa nurunin bunga kredit. Tapi BI menahan bilang kami independen.
Di Jepang bank central justeru dibawah menteri keuangan dan bunga kreditnya hampir 0%, hasilnya rakyat produktif bukan terlilit. Lalu kenapa kita tidak bisa.
Negara seharusnya tidak jadi rentenir. Purbaya punya pandangan sederhana. Kalau lembaga negara dibiayai oleh pajak rakyat. Maka lembaga itu tidak boleh menyengsarakan rakyat titik.
Bank-bank Himbara yang hidup dari APBN tidak seharusnya membebani kredit berbunga tinggi. Kalau mereka bersikap seperti lintah darat, lebih baik dibubarkan saja.
Negara tidak boleh jadi rentenir bagi rakyatnya sendiri. Ini perang yang tidak semua orang mengerti. Perjuangan Purbaya bukan sekedar kebijakan ekonomi.
Ini perang ideologi, Ia tahu musuhnya besar dari lembaga internasional sampai penguasa lokal. Dari bank central sampai ruang rapat DPR. Tapi dia tidak gentar, Ia tidak berteriak, Ia bekerja diam-diam, tapi tajam.
Dan menariknya, kabarnya semua langkahnya disetujui Presiden. Ini bukan perang pribadi, ini misi negara, saat kebenaran jadi bahaya. Sekarang semua orang mulai paham.
Apa yang Purbaya lakukan bukan sekedar reformasi fiskal, ini tentang merebut kembali kedaulatan ekonomi rakyat. Dan mungkin untuk pertama kalinya dalam waktu lama rakyat punya menteri tidak takut bicara apa adanya.
Ia bicara soal uang, tapi yang dia perjuangkan sebenarnya bukan uang. Ia perjuangkan rasa adil. Karena kalau uang rakyat dikelola dengan jujur, kesejahteraan bukan lagi mimpi.
Dan ketika sistem riba dihentikan, Indonesia akan punya satu hal yang lebih mahal dari semua utang luar negeri. Harga diri begitu Purbaya mulai main di panggung besar, banyak yang mengira langkahnya cuman gimmik politik, tapi tidak lama efeknya terasa.
Pasar uang mulai gelisah, bank-bank plat merah terlihat hati-hati, bahkan pejabat yang dulu merasa aman, mendadak rajin muncul di media untuk klarifikasi. Artinya jelas sistem lama mulai goyah.
Sebuah perubahan sedang berjalan dan orang-orang yang terbiasa hidup dari ketidak teraturan mulai merasa tidak nyaman. Ketika kebijakan aneh tiba-tiba jadi ancaman.
Awalnya mereka menganggap ide 0% itu utovia, mana bisa ekonomi jalan tanta bunga katanya. Tapi coba lihat, Jepang, Korea bahkan Jerman, mereka sudah melakukannya.
Jadi yag aneh itu siapa, negara maju yang sudah menurunkan bunga atau kita yang terus membebani rakyat dengan bunga tinggi atas nama stabilitas. Purbaya menolak logika lama itu.
Baginya stabilitas yang menindas rakyat bukan stabilitas, tapi kejaliman yang disamarkan dengan angka. Saat bank, poitik mulai panik. Bank dan politik punya hubungan yang rumit.
Selama ini dana besar mengalir diantara keduanya Project pinjaman kampanye semuanya saling bersilang. Begitu Purbaya menekan bunga dan meminta transparansi, jaringan itu mulai panik.
Karena kalau bunga ditekan margin turun. Kalau margin turun, jatah belakang layar ikut hilang. Lucunya yang paling vocal menolak, justeru bukan bangkir tapi politisi.
Mereka bersembunyi dibalik istilah kebijakan makro Prudensial, padahal yang dijaga bukan ekonomi, tapi akses ke pundi-pundi lama. Rakyat yang mulai melek, tapi perubahan besar tidak datang dari atas.
Datangnya dari rakyat yang mulai sadar, petani, UMKM, nalayan yang dulu tidak pernah paham soal BI atau OJK mulai bertanya, demikian (Red).
Penulis: Misnato bersumber dari Sosmed









