LAMANDAU || journalistpolice.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamandau terkesan peti eskan polemik 2 koperasi, sebagai mitra Perusahaan Besar Swasta (PBS) PT. Gemareksa Mekarsari.
Yang bergerak di bidang Perkebunan Kelapa Sawit. Kedua Koperasi yang berpolemik di Kabupaten Lamandau tersebut bernama “Koperasi Perjuangan dan Koperasi Perjuangan Kita Bersama”
Untuk diketahui bahwa Gusti Jamhari, Ketua Koperasi Perjuangan sedangkan Gusti Syahriman adalah Ketua Koperasi Perjuangan Kita Bersama.
Informasi yang berhasil diperoleh media ini bahwa Polemik 2 kubu Anggota Koperasi tersebut sampai saat ini belum terselesaikan oleh Pemerintah Kabupaten Lamandau, padahal sudah berjalan cukup lama.
Permasalahan ini masih terkatung – katung di meja Pj. Bupati Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) namun hingga saat ini masih belum bisa terselesaikan sebagaimana yang diharapkan.
Dua kubu anggota koperasi kemitraan dengan Perusahaan Besar Swasta (PBS) PT. Gemareksa Mekarsari yang telah melimpahkan sebagian areal kebunnya yang di luar HGU ini masih berbuntut panjang.
PBS ini sejatinya sempat termasuk dalam daftar PBS yang dibekukan perijinannya lantaran dianggap masih belum kadasteralisasi terhadap masyarakat setempat, namun entah sulap apa yang dilaksanakan oleh Pemda Kalteng sehingga PBS ini dikeluarkan lagi dari list pembekuan perijinan tersebut.
Dari pantauan di lokasi kebun sawit (18/01/2025) siang kemarin, pertemuan kedua kubu sama-sama menginginkan Penyelesaian masalah di Kantor Pemda Lamandau dan bersepakat kedua kubu ini untuk hadir hari Senin pagi (20/03/2025) di kantor Bupati Lamandau kota Nanga Bulik.
Gusti Syahriman yang notabene adalah ketua Koperasi Perjuangan Kita Bersama terpilih, mengatakan bahwa keberadaan mereka berjaga dan patroli di lapangan karena sudah menemui jalan buntu.
“Sebab, masalah yang kami hadapi selama ini terkesan tidak ditanggapi oleh Pemerintah Daerah Lamandau. Padahal, sudah berbagai upaya kami laksanakan, bahkan kami sudah menyampaikan hal ini ke Polda Kalteng, manun masalah ini tidak ada perkembangannya.” ujar pria yang biasa disapa Iman ini (18/01/25) kemarin.
Kubu Koperasi Perjuangan Kita Bersama ini mengacu pada keputusan Bupati Lamandau nomor : 188.45/222/VI/HUK/2024, dengan ketetapan ada delapan Diktum. Diantaranya tentang pencabutan SK koperasi Perjuangan yang dikeluarkan pada tahun 2014.
Sementara di kubu Gusti Jamhari, yang merasa dirinya masih sah sebagai ketua Koperasi Perjuangan, berpegang dengan keputusan Bupati tahun 2014. Pasalnya, MoU yang dipakai oleh PT. Gemareksa Mekarsari masih belum ada perubahan sampai sekarang.
Menurut Jamhari, “Selain saya memang belum pernah mengundurkan diri dan memang secara administrasi tidak ada dilaksanakannya penggantian pengurus Koperasi Perjuangan khususnya saya selaku ketua, saya mengharapkan hal ini bisa terselesaikan saat pertemuan di pemda hari Senin besok,” ujarnya.
Ijam menambahkan, rancunya di sini, adanya keputusan Bupati Lamandau yang terkesan berkaitan dengan pencabutan atas Keputusan Bupati tahun 2014 Nomor : 188.45/408/IX/HUK/2014 tentang penetapan petani anggota koperasi perjuangan kelurahan Nanga Bulik kecamatan bulik sebagai penerima kontribusi/bagi-hasil pengelola kebun kemitraan dengan PT. Gemareksa Mekarsari di kabupaten Lamandau.
Ironisnya lagi, nama koperasi berubah, yang awalnya dengan nama “Koperasi Perjuangan” menjadi “Koperasi Perjuangan Kita Bersama” secara otomatis Badan Hukum dan AD/ART koperasi inipun semestinya bukan koperasi yang sama lagi, melainkan koperasi baru,” katanya.
“Sebab, jika koperasi yang sama, semestinya pengurus inti koperasi harus mengubah/memperbaharui badan hukumnya melalui Rapat Anggota serta membuat lagi MoU yang baru dengan PT. Gemareksa Mekarsari,” tegasnya.
Ditambah lagi lanjutnya, tuntutan masyarakat Nanga Bulik yang tergabung dengan koperasi Perjuangan Kita Bersama ini terhadap PT Gemareksa Mekarsari adalah lahan 20% untuk masyarakat yang berada di dalam HGU PT Gemareksa Mekarsari.
Suka tidak suka, hal ini menjadi permasalahan lantaran PT Gemareksa Mekarsari hanya bisa mengeluarkan kebun di atas lahan seluas ± 284,23 Hektar saja. Dibelakangan hari diketahui ternyata lahan ini terletak di luar HGU PT. Gemareksa Mekarsari.
Tentunya, hal ini membuktikan bahwa dalang kekisruhan di antara masyarakat Nanga Bulik khususnya anggota dari dua koperasi selama ini bermula dari PT Gemareksa Mekarsari.
Namun, yang jadi pertanyaan kenapa hal yang sudah jelas benang merahnya ini, malah pihak pemerintah kabupaten Lamandau terkesan tidak berani berbuat untuk menyelesaikan permasalahan internal masyarakatnya, demikian (Tim).