Oleh : Netta Effianty, S.Kep.,Ners
SUKABUMI – KALTENG || Journalistpolice.com – Masyarakat yang berpendapatan rendah harus bayar mandiri demi memperoleh Gizi Sehat Harapan MBG sebagai Solusinya.
Indonesia tengah menghadapi dilema klasik yang semakin kompleks: Beban Gizi Ganda (MBG) sebuah kondisi ketika kekurangan gizi dan kelebihan gizi terjadi bersamaan, bahkan dalam satu keluarga.
MBG tidak hanya menurunkan kualitas hidup, tetapi juga menambah tekanan ekonomi rumah tangga ketika intervensi gizi dan layanan kesehatan harus dibayar sendiri (out-of-pocket / OOP).
Beban Gizi Ganda dan Ketimpangan Gizi
Menurut studi dalam Jurnal Gizi Klinik Indonesia, faktor seperti usia ibu dan jumlah anak berhubungan signifikan dengan kejadian beban gizi ganda, baik di pedesaan maupun perkotaan.
Penelitian lain menunjukkan bahwa pola konsumsi balita di wilayah yang mengalami MBG sangat dipengaruhi oleh lokasi tempat tinggal (urban vs rural), dengan perbedaan signifikan pada asupan protein, lemak, dan energi.
Tinjauan literatur di berbagai jurnal gizi juga menegaskan bahwa faktor sosial-demografis seperti pendidikan orang tua, pendapatan rumah tangga, dan pola asuh makan merupakan determinan utama terjadinya gizi ganda.
Hubungan MBG dan Pengeluaran Out-of-Pocket (OOP)
Intervensi gizi seperti suplementasi, makanan tambahan, maupun konsultasi gizi—mutlak diperlukan untuk mencegah dampak jangka panjang MBG.
Namun, sebagian besar intervensi tersebut masih menimbulkan beban biaya pribadi jika tidak sepenuhnya ditanggung oleh program publik.
Kondisi ini diperparah dengan sistem kesehatan yang masih bergantung pada pembayaran OOP.
Penelitian menunjukkan bahwa meskipun JKN telah menjangkau mayoritas penduduk, pengeluaran OOP tetap signifikan, terutama pada kelompok rentan.
Studi lain menyebutkan bahwa skema asuransi bersubsidi (PBI), yang sebenarnya ditujukan bagi masyarakat miskin, belum mampu sepenuhnya mengurangi pengeluaran OOP pada beberapa kategori layanan kesehatan.
Lebih jauh, sebuah studi panel rumah tangga menemukan bahwa insiden pengeluaran katastropik (biaya kesehatan melebihi 10% total pengeluaran rumah tangga) masih terjadi, meskipun menurun setelah ekspansi JKN. Ini menandakan bahwa proteksi finansial belum merata dan masih menyisakan risiko ekonomi yang tinggi bagi keluarga berpenghasilan rendah.
Mengapa MBG Perlu Dilihat dari Perspektif Keadilan Finansial
Jika program gizi terutama untuk keluarga miskin tidak dirancang dengan perlindungan finansial yang kuat, maka MBG bisa menjadi “alat beban”: bukan hanya beban kesehatan, tetapi juga beban ekonomi.
Keluarga dengan anak stunting, misalnya, mungkin harus membeli suplemen, makanan bergizi, atau berkonsultasi dengan ahli gizi. Jika semua ini dibiayai sendiri, maka risiko kemiskinan baru dapat meningkat, atau keluarga justru menunda intervensi penting.
Harapan dari Konsep MBG (Model Best Governance)
Dalam konteks ini, negara perlu memperkuat MBG bukan hanya sebagai program gizi, tetapi sebagai instrumen keadilan sosial. Beberapa langkah penting yang perlu menjadi prioritas adalah:
- Integrasi Layanan Gizi dalam JKN Layanan gizi termasuk konsultasi, suplementasi, dan edukasi harus menjadi manfaat wajib dalam JKN agar tidak terus menjadi beban OOP.
- Subsidi Pangan Bergizi untuk Keluarga Rentan Pemerintah perlu menyediakan paket pangan bergizi (sayur, protein, suplemen) dengan subsidi kuat agar masyarakat berpendapatan rendah dapat mengakses makanan sehat.
- Edukasi Gizi yang Masif dan BerkelanjutanLiterasi gizi perlu ditingkatkan agar keluarga memahami pentingnya pangan bergizi, sekaligus mampu memanfaatkan sumber daya lokal untuk pemenuhan gizi sehat.
- Sistem Monitoring dan Evaluasi Program GiziMonitoring rutin penting dilakukan untuk memastikan bahwa keluarga penerima manfaat program MBG tidak lagi terbebani pengeluaran mandiri dalam jumlah besar.
Kesimpulan
Program gizi adalah investasi jangka panjang bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia. Namun, apabila biaya pemenuhan gizi sehat tetap dibebankan kepada masyarakat melalui OOP, maka MBG akan sulit berfungsi sebagai instrumen keadilan kesehatan.
Negara tidak cukup hanya menyediakan bantuan pangan bergizi, tetapi juga harus memastikan bahwa akses terhadap gizi sehat tidak menjadi kemewahan yang harus dibayar mahal oleh rakyat.
( Asep Gunawan FKPK-RI Sukabumi )









