SAMPIT – KALTENG ||  Journalistpolice.com – Izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Mulia Agro Permai (PT MAP) ternyata hanya seluas 7.475,24 hektar, berdasarkan Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 4/1/PKH/PMDM/2015 tertanggal 11 Juni 2015.
Hal tersebut diperkuat oleh Surat Kapolres Kotawaringin Timur kepada Bupati Kotim Nomor: B/1656/XI/IPP.2.24/2025, tanggal 7 November 2025, perihal Konflik Sosial yang Memerlukan Penanganan Cepat dari Pemda Kabupaten Kotim, yang juga menyebutkan luas HGU PT MAP hanya 7.476,24 hektar.
Rujukan lain, Surat Koperasi Produsen Bajamal Penyang Hapakat Nomor: 5/KOP-PBPH/PYG/TLWG/XI/2025, tanggal 3 November 2025, perihal Pemberitahuan Blokade Areal Kebun Plasma 20%, juga menyinggung persoalan ini.
Pada poin ke-2 surat tersebut, Kapolres Kotim menyampaikan kepada Bupati Kotim bahwa permasalahan yang cukup menonjol di masyarakat Desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotim, terkait tuntutan realisasi kebun plasma 20% di PT MAP, didasarkan pada beberapa hal berikut:
a. Berita acara hasil rapat mediasi antara masyarakat Desa Penyang dan Tanah Putih dengan PT MAP Nomor: 525.26/676/SDA/IX/2023, tanggal 8 September 2023, yang menyatakan bahwa PT MAP bersedia memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat (plasma 20%).
b. Surat Keputusan Bupati Kotim Nomor: 188.45/0139/Huk-SDA/2024, tentang penetapan calon pekebun peserta kegiatan fasilitasi pembangunan kebun plasma masyarakat Koperasi Produsen Bajamal Penyang Hapakat pada PT MAP.
c. Keputusan Kepala BKPM Nomor: 4/1/PKH/PMDM/2015, tanggal 11 Juni 2015, tentang pelepasan sebagian kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit atas nama PT MAP, seluas 7.476,24 hektar di Kabupaten Kotim, Provinsi Kalimantan Tengah.
d. Surat Bupati Kotim Nomor: 500.8.1/582/DEIDA.SDA/IX/2025, tanggal 9 September 2025, perihal pelaksanaan kewajiban pembangunan kebun masyarakat minimal 20% dari total luas areal yang diusahakan.
Selanjutnya, pada poin ke-3, Kapolres Kotim menegaskan bahwa kondisi tersebut berpotensi berkembang ke ranah SARA dan adat, yang dapat mengganggu stabilitas kamtibmas di wilayah Kabupaten Kotim.
Oleh karena itu, Kapolres meminta agar Bupati Kotim selaku Ketua Satuan Tugas Penanganan Konflik Sosial segera mengambil langkah konkret melalui jalur non-litigasi (mediasi) di tingkat kabupaten agar konflik tidak berkembang menjadi terbuka.
Dari ketentuan tersebut jelas bahwa Kapolres Kotim memahami bahwa HGU PT MAP hanya seluas 7.476,24 hektar. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa luas kebun yang dibangun PT MAP diduga kuat melebihi batas HGU yang ada.
Pertanyaannya:
-
Apakah Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Polres Kotim dan dinas terkait, telah melakukan verifikasi dan penindakan tegas terhadap perusahaan yang diduga melanggar hukum dan berpotensi merugikan negara ini?
-
Apakah Polres Kotim telah menerapkan sanksi pidana serupa kepada perusahaan tersebut, sebagaimana sanksi yang dijatuhkan kepada kelompok masyarakat Desa Penyang yang melakukan klaim lahan?
-
Jika Polres Kotim benar-benar adil, netral, dan tidak tebang pilih, maka seharusnya PT MAP juga dikenakan sanksi pidana jika terbukti melanggar hukum.
Sebagai pengingat, sebelum keluarnya Keputusan Kepala BKPM Nomor: 4/1/PKH/PMDM/2015 tanggal 11 Juni 2015, PT MAP telah lebih dahulu mengantongi Keputusan Bupati Kotawaringin Timur Nomor: 188.45/267/Huk-Ek.SDA/2014, tanggal 21 Juli 2014, tentang Izin Usaha Perkebunan (IUP) atas nama PT MAP di Kelurahan Baamang Tengah, Kecamatan Baamang, dan Desa Tanah Putih, Kecamatan Kota Besi, Kabupaten Kotim, seluas 9.055,50 hektar.
Namun berdasarkan temuan di lapangan, PT MAP diduga telah menggarap lahan melebihi luas yang diajukan, bahkan sebelum persetujuan BKPM RI diterbitkan.
Penulis berharap Polres Kotim dan dinas terkait melakukan audit dan verifikasi ulang terhadap luas lahan yang saat ini dikelola PT MAP. Jika terbukti melampaui izin, maka tindak tegas perusahaan tersebut, bahkan cabut izinnya dan kembalikan lahannya kepada negara.
Penulis: Misnato (Petualang Jurnalis)









